Peta Konsep UUD 1945 (1945 -1949)
Konstitusi RIS (1949 -1950) UUDS 1950 (1950 -1959) UUD 1945 (1959 - 1999)
Konstitusiyang pernah digunakan di Indonesia Penyimpangan UUD 1945 Hasil
Amandemen (1999 sekarang)Sikap positif terhadap pelaksanaan UUD 1945 Hasil
Amandemen.
Kata Kunci : Konstitusi/UUD, UUD 1945, Konstitusi RIS
1949, UUDS 1950, Amandemen, Bentuk Negara, Bentuk Pemerintahan, Sistem
Pemerintahan, dan Penyimpangan terhadap UUD. Dalam bab ini kalian akan
mempelajari konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia. Setelah pembelajaran
ini kalian diharapkan mampu untuk: menjelaskan berbagai konstitusi yang pernah
berlaku di Indonesia; menganalisis penyimpanganpenyimpangan terhadap konstitusi
yang berlaku di Indonesia; menunjukkan hasil-hasil amandemen UUD 1945; dan
menampilkan sikap positif terhadap pelaksanaan UUD1945 hasil amandemen.
A. KONSTITUSI-KONSTITUSI YANG PERNAH
BERLAKU DI INDONESIA
Sebelum
membahas tentang konstitusi-konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia, perlu
kalian ketahui terlebih dahulu pengertian, fungsi, dan kedudukan konstitusi.
Pemahaman terhadap hal ini sangat perlu mengingat pentingnya konstitusi dalam
mengatur kehidupan bernegara.
Apakah
konstitusi itu? Cobalah kalian lihat dalam kamus Bahasa Inggris-Indonesia.
Konstitusi(cons titution) diartikan dengan undang-undang dasar. Benarkah
pengertian konstitusi sama dengan Undang-Undang Dasar (UUD)? Memang, tidak
sedikit para ahli yang mengidentikkan konstitusi dengan UUD. Namun beberapa
ahli yang lain mengatakan bahwa arti konstitusi yang lebih tepat adalah hukum
dasar.
Menurut
Kusnardi dan Ibrahim (1983), UUD merupakan konstitusi yang tertulis. Selain
konstitusi yang tertulis, terdapat pula konstitusi yang tidak tertulis atau disebut
konvensi. Konvensi adalah kebiasaan-kebiasaan yang timbul dan terpelihara dalam
praktik ketatanegaraan. Meskipun tidak tertulis, konvensi mempunyai kekuatan
hukum yang kuat dalam ketatanegaraan. Dalam uraian bab ini, konstitusi yang
dimaksudkan adalah konstitusi yang tertulis atau Undang-Undang Dasar. Suasana
Sidang MPR yang berwenang mengubah dan menetapkan UUD.
Konstitusi
atau Undang-Undang Dasar berisi ketentuan yang mengatur hal-hal yang mendasar
dalam bernegara. Hal-hal yang mendasar itu misalnya tentang batas-batas
kekuasaan penyelenggara pemerintahan negara, hak-hak dan kewajiban warga negara
dan lain-lain. Menurut Sri Soemantri (1987), suatu konstitusi biasanya memuat
atau mengatur hal-hal pokok sebagai berikut.
1. jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga
Negara
2. susunan ketatanegaraan suatu Negara
3. pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan
Konstitusi
menjadi pegangan dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. Dengan kata lain,
penyelenggaraan negara harus didasarkan pada konstitusi dan tidak bertentangan
dengan konstitusi negara itu. Dengan adanya pembatasan kekuasaan yang diatur
dalam konstitusi, maka pemerintah tidak boleh menggunakan kekuasaannya secara
sewenang- wenang. Sebagai aturan dasar dalam negara, maka Undang - Undang Dasar
mempunyai kedudukan tertinggi dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Artinya semua jenis peraturan perundang-undangan di Indonesia kedudukannyadi
bawah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, yakni UUD 1945. Peraturan
perundang-undangan tersebut adalah Undang- Undang/Peraturan Pemerintah
pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan
Peraturan Daerah. Hal ini dapat lebih kalian dalami dalam pembahasan bab
berikutnya.
Sejak
tanggal 18 Agustus 1945 hingga sekarang (tahun 2008), di negara Indonesia
pernah menggunakan tiga macam UUD yaitu UUD 1945, Konstitusi RIS 1949, dan UUD
Sementara 1950. Dilihat dari periodesasi berlakunya ketiga UUD tersebut, dapat
diuraikan menjadi lima periode yaitu:
a) 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949 berlaku UUD
1945,
b) 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950 berlaku
Konstitusi RIS 1949,
c) 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959 berlaku UUD Sementara
1950,
d) 5 Juli 1959 – 19 Oktober 1999 berlaku kembali UUD
1945
e) 19 Oktober 1999 – sekarang berlaku UUD 1945 (hasil
perubahan).
1. UUD 1945
periode 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949
Pada saat Proklamasi kemerdekaan
tanggal 17 Agustus 1945, negara Republik Indonesia belum memiliki konstitusi
atau UUD. Namun sehari kemudian, tepatnya tanggal 18 Agustus 1945, Panitia
Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan sidang pertama yang salah satu
keputusannya adalah mengesahkan UUD yang kemudian disebut UUD 1945. Mengapa UUD
1945 tidak ditetapkan oleh MPR sebagaimana diatur dalam pasal 3 UUD 1945?
Sebab, pada saat itu MPR belum terbentuk. Naskah UUD yang disahkan oleh PPKI
tersebut disertai penjelasannya dimuat dalam Berita Republik Indonesia No. 7
tahun II 1946. UUD 1945 tersebut terdiri atas tiga bagian yaitu Pembukaan,
Batang Tubuh, dan Penjelasan.
Perlu
dikemukakan bahwa Batang Tubuh terdiri atas 16 bab yang terbagi menjadi 37
pasal, serta 4 pasal Aturan Peralihan dan 2 ayat Aturan Tambahan. Bagaimana
sistem ketatanegaraan menurut UUD 1945 saat itu? Ada beberapa hal yang perlu
kalian ketahui, antara lain tentang bentuk negara, kedaulatan, dan system
pemerintahan. Mengenai bentuk negara diatur dalam Pasal 1 ayat (1) UUD 1945
yang menyatakan “negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk
republik”. Sebagai Negara UUD Negara RI UUD Sementara 1950 UUD 1945
Urutan
periode pelaksanaan UUD di Indonesiakesatuan, maka di negara Republik Indonesia
hanya ada satu kekuasaan pemerintahan negara, yakni di tangan pemerintah pusat.
Di sini tidak ada pemerintah negara bagian sebagaimana yang berlaku di negara
yang berbentuk negara serikat (federasi). Sebagai negara yang berbentuk
republik, maka kepala negara dijabat oleh Presiden. Presiden diangkat melalui
suatu pemilihan, bukan berdasar keturunan.
Mengenai
kedaulatan diatur dalam Pasal 1 ayat (2) yang menyatakan “kedaulatan adalah di
tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusywaratan Rakyat”.
Atas dasar itu, maka kedudukan Majelis Permusywaratan Rakyat (MPR) adalah
sebagai lembaga tertinggi negara. Kedudukan lembaga-lembaga tinggi Negara yang
lain berada di bawah MPR.
Mengenai
sistem pemerintahan negara diatur dalam Pasal 4 ayat (1) yang berbunyi
“Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-
Undang Dasar”. Pasal tesebut menunjukkan bahwa system pemerintahan menganut
sistem presidensial. Dalam system ini, Presiden selain sebagai kepala negara
juga sebagai kepala pemerintahan. Menteri-menteri sebagai pelaksana tugas
pemerintahan adalah pembantu Presiden yang bertanggung jawab kepada Presiden,
bukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Perlu kalian ketahui, lembaga tertinggi dan lembaga
lembaga tinggi negara menurut UUD 1945 (sebelum amandemen) adalah :
a. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
b. Presiden
c. Dewan Pertimbanagan Agung (DPA)
d. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
e. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
f. Mahkamah Agung (MA)
2. Periode
berlakunya Konstitusi RIS 1949
Perjalanan
negara baru Republik Indonesia tidak luput dari rongrongan pihak Belanda yang
menginginkan menjajah kembali Indonesia. Belanda berusaha memecahbelah bangsa
Indonesia dengan cara membentuk negaranegara ”boneka” seperti Negara Sumatera
Timur, Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, dan Negara Jawa Timur di dalam
negara RepubIik Indonesia. Bahkan, Belanda kemudia melakukan agresi atau
pendudukan terhadap ibu kota Jakarta, yang dikenal dengan Agresi Militer I pada
tahun 1947 dan Agresi Militer II atas kota Yogyakarta pada tahun 1948. Untuk
menyelesaikan pertikaian Belanda dengan RepubIik Indonesia, Perserikatan
Bangsa- Bangsa (PBB) turun tangan dengan menyelenggarakan Konferensi Meja
Bundar (KMB) di Den Haag (Belanda) tanggal 23 Agustus – 2 November 1949.
Konferensi ini dihadiri oleh wakil-wakil dari RepubIik Indonesia, BFO
(Bijeenkomst voor Federal Overleg, yaitu gabungan negara-negara boneka yang
dibentuk Belanda), dan Belanda serta sebuah komisi PBB untuk Indonesia.
KMB tersebut menghasilkan tiga buah persetujuan pokok
yaitu:
1. Didirikannya Negara Rebublik Indonesia Serikat;
2. Penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia
Serikat; dan
3. Didirikan uni antara RIS dengan Kerajaan Belanda.
Perubahan
bentuk negara dari negara kesatuan menjadi negara serikat mengharuskan adanya
penggantian UUD. Oleh karena itu, disusunlah naskah UUD Republik Indonesia
Serikat. Rancangan UUD tersebut dibuat oleh delegasi RI dan delegasi BFO pada
Konferensi Meja Bundar.
Setelah
kedua belah pihak menyetujui rancangan tersebut, maka mulai 27 Desember 1949
diberlakukan suatu UUD yang diberi nama Konstitusi Republik Indonesia Serikat.
Konstitusi tersebut terdiri atas Mukadimah yang berisi 4 alinea, Batang Tubuh
yang berisi 6 bab dan 197 pasal, serta sebuah lampiran. Mengenai bentuk negara
dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) Konstitusi RIS yang berbunyi “ Republik
Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat adalah negara hokum yang
demokratis dan berbentuk federasi”. Dengan berubah menjadi negara serikat
(federasi), maka di dalam RIS terdapat beberapa negara bagian. Masing-masing
memiliki kekuasaan pemerintahan di wilayah negara bagiannya.
Negara-negara
bagian itu adalah : negara Republik Indonesia, Indonesia Timur, Pasundan, Jawa
timur, Madura, Sumatera Timur, dan Sumatera Selatan. Selain itu terdapat pula
satuan-satuan kenegaraan yang berdiri sendiri, yaitu : Jawa Tengah, Bangka,
Belitung, Riau, Kalimantan Barat, Dayak Besar, Daerah Banjar, Kalimantan
Tenggara, dan Kalimantan Timur.
Selama
berlakunya Konstitusi RIS 1949, UUD 1945 tetap berlaku tetapi hanya untuk
negara bagian Republik Indonesia. Wilayah negara bagian itu meliputi Jawa dan
Sumatera dengan ibu kota di Yogyakarta. Sistem pemerintahan yang digunakan pada
masa berlakunya Konstitusi RIS adalah sistem parlementer.
Hal itu
sebagaimana diatur dalam pasal 118 ayat 1 dan 2 Konstitusi RIS. Pada ayat (1)
ditegaskan bahwa ”Presiden tidak dapat diganggu-gugat”. Artinya, Presiden tidak
dapat dimintai pertanggungjawaban atas tugas-tugas pemerintahan. Sebab,
Presiden adalah kepala negara, tetapi bukan kepala pemerintahan. Kalau
demikian, siapakah yang menjalankan dan yang bertanggung jawab atas tugas
pemerintahan? Pada Pasal 118 ayat (2) ditegaskan bahwa ”Menteri-menteri
bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah baik bersama-sama untuk
seluruhnya maupun masing- masing untuk bagiannya sendiri-sendiri”.
Dengan demikian, yang melaksanakan dan mempertanggungjawabkan
tugas-tugas pemerintahan adalah menterimenteri. Dalam sistem ini, kepala
pemerintahan dijabat oleh Perdana Menteri. Lalu, kepada siapakah pemerintah
bertanggung jawab? Dalam sistem pemerintahan parlementer, pemerintah
bertanggung jawab kepada parlemen (DPR).
Lembaga-lembaga Negara menurut Konstitusi RIS adalah :
a. Presiden
b. Menteri-Menteri
c. Senat
d. Dewan Perwakilan Rakyat
e. Mahkamah Agung
f. Dewan Pengawas Keuangan
3. Periode
Berlakunya UUDS 1950
Pada awal
Mei 1950 terjadi penggabungan negaranegara bagian dalam negara RIS, sehingga
hanya tinggal tiga negara bagian yaitu negara Republik Indonesia, Negara
Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur.
Perkembangan
berikutnya adalah munculnya kesepakatan antara RIS yang mewakili Negara Indonesia
Timur dan Negara Sumatera Timur dengan Republik Indonesia untuk kembali ke
bentuk negara kesatuan. Kesepakatan tersebut kemudian dituangkan dalam Piagam
Persetujuan tanggal 19 Mei 1950. Untuk mengubah negara serikat menjadi negara
kesatuan diperlukan suatu UUD Negara kesatuan. UUD tersebut akan diperoleh
dengan cara memasukan isi UUD 1945 ditambah bagian-bagian yang baik dari
Konstitusi RIS.
Pada tanggal
15 Agustus 1950 ditetapkanlah Undang-Undang Federal No.7 tahun 1950 tentang
Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950, yang berlaku sejak tanggal 17
Agustus 1950. Dengan demikian, sejak tanggal tersebut Konstitusi RIS 1949
diganti dengan UUDS 1950, dan terbentuklah kembali Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Undang-Undang Dasar Sementara 1950 terdiri atas Mukadimah dan Batang
Tubuh, yang meliputi 6 bab dan 146 pasal. Mengenai dianutnya bentuk negara
kesatuan dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) UUDS 1950 yang berbunyi “Republik
Indonesia yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokratis dan
berbentuk kesatuan”.
Sistem
pemerintahan yang dianut pada masa berlakunya UUDS 1950 adalah sistem
pemerintahan parlementer. Dalam pasal 83 ayat (1) UUDS 1950 ditegaskan bahwa
”Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat diganggu-gugat”. Kemudian pada ayat (2)
disebutkan bahwa ”Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan
pemerintah, baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing- masing untuk
bagiannya sendiri-sendiri”. Hal ini berarti yang bertanggung jawab atas seluruh
kebijaksanaan pemerintahan adalah menteri-menteri. Menteri-menteri tersebut
bertanggung jawab kepada parlemen atau DPR.
Lembaga-lembaga
Negara menurut UUDS 1950 adalah :
a) Presiden
dan Wakil Presiden
b)
Menteri-Menteri
c) Dewan
Perwakilan Rakyat
d) Mahkamah
Agung
e) Dewan Pengawas
Keuangan
Sesuai
dengan namanya, UUDS 1950 bersifat sementara. Sifat kesementaraan ini nampak
dalam rumusan pasal 134 yang menyatakan bahwa ”Konstituante (Lembaga Pembuat
UUD) bersama-sama dengan pemerintah selekaslekasnya menetapkan UUD Republik Indonesia
yang akan menggantikan UUDS ini”. Anggota Konstituante dipilih melalui
pemilihan umum bulan Desember 1955 dan diresmikan tanggal 10 November 1956 di
Bandung.
Sekalipun
konstituante telah bekerja kurang lebih selama dua setengah tahun, namun lembaga
ini masih belum berhasil menyelesaikan sebuah UUD. Faktor penyebab
ketidakberhasilan tersebut adalah adanya pertentangan pendapat di antara
partai-partai politik di badan konstituante dan juga di DPR serta di
badan-badan pemerintahan.
Pada pada
tanggal 22 April 1959 Presiden Soekarno menyampaikan amanat yang berisi anjuran
untuk kembali ke UUD 1945. Pada dasarnya, saran untuk kembali kepada UUD 1945
tersebut dapat diterima oleh para anggota Konstituante tetapi dengan pandangan
yang berbeda-beda.
Oleh karena
tidak memperoleh kata sepakat, maka diadakan pemungutan suara. Sekalipun sudah
diadakan tiga kali pemungutan suara, ternyata jumlah suara yang mendukung
anjuran Presiden tersebut belum memenuhi persyaratan yaitu 2/3 suara dari
jumlah anggota yang hadir.
Atas dasar
hal tersebut, demi untuk menyelamatkan bangsa dan negara, pada tanggal 5 Juli
1959 Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah Dekrit Presiden yang isinya adalah:
1.
Menetapkan pembubaran Konsituante
2. Menetapkan berlakunya kembali UUD
1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
3. Pembentukan MPRS dan DPAS Dengan
dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka UUD 1945 berlaku kembali
sebagai landasan konstitusional dalam menyelenggarakan pemerintahan Republik
Indonesia.
4. UUD 1945
Periode 5 Juli 1959 – 19 Oktober 1999
Praktik
penyelenggaraan negara pada masa berlakunya UUD 1945 sejak 5 Juli 1959- 19
Oktober 1999 ternyata mengalami berbagai pergeseran bahkan terjadinya beberapa
penyimpangan. Oleh karena itu, pelaksanaan UUD 1945 selama kurun waktu tersebut
dapat dipilah menjadi dua periode yaitu periode Orde Lama (1959-1966), dan
periode Orde Baru (1966-1999).
Pada masa
pemerintahan Orde Lama, kehidupan politik dan pemerintahan sering terjadi
penyimpangan yang dilakukan Presiden dan juga MPRS yang justru bertentangan
dengan Pancasila dan UUD 1945. Artinya, pelaksanaan UUD 1945 pada masa itu
belum dilaksanakan sebagaimana mestinya. Hal ini terjadi karena penyelenggaraan
pemerintahan terpusat pada kekuasaan seorang Presiden dan lemahnya kontrol yang
seharusnya dilakukan DPR terhadap kebijakan-kebijakan Presiden.
Selain itu
muncul pertentangan politik dan kon- flik lainnya yang berkepanjangan sehingga
situasi politik, keamanan, dan kehidupan ekonomi semakin memburuk. Puncak dari
situasi tersebut adalah munculnya pemberontakan G-30-S/PKI yang sangat
membahayakan keselamatan bangsa dan negara.
Mengingat
keadaan semakin membahayakan, Ir. Soekarno selaku Presiden RI memberikan
perintah kepada Letjen Soeharto melalui Surat Perintah 11 Maret 1966
(Supersemar) untuk mengambil segala tindakan yang diperlukan bagi terjaminnya
keamanan, ketertiban, dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintah.
Lahirnya Supersemar tersebut dianggap sebagai awal masa Orde Baru.
Semboyan
Orde Baru pada masa itu adalah melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni
dan konsekuen. Apakah tekad tersebut menjadi suatu kenyataan? Ternyata tidak.
Dilihat dari prinsip demokrasi, prinsip negara hukum, dan keadilan sosial
ternyata masih terdapat banyak hal yang jauh dari harapan. Hampir sama dengan
pada masa Orde Lama, sangat dominannya kekuasaan Presiden dan lemahnya control
DPR terhadap kebijakan-kebijakan Presiden/pemerintah. Selain itu, kelemahan
tersebut terletak pada UUD 1945 itu sendiri, yang sifatnya singkat danluwes
(fleksibel), sehingga memungkinkan munculnya berbagai penyimpangan. Tuntutan
untuk merubah atau menyempurnakan UUD 1945 tidak memperoleh tanggapan, bahkan
pemerintahan Orde Baru bertekat untuk mempertahankan dan tidak merubah UUD
1945.
5. UUD 1945
Periode 19 Oktober 1999 – Sekarang
Seiring
dengan tuntutan reformasi dan setelah lengsernya Presiden Soeharto sebagai
penguasa Orde Baru, maka sejak tahun 1999 dilakukan perubahan (amandemen)
terhadap UUD 1945. Sampai saat ini, UUD 1945 sudah mengalami empat tahap perubahan,
yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002. Penyebutan UUD setelah perubahan
menjadi lebih lengkap, yaitu : Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
Melalui
empat tahap perubahan tersebut, UUD 1945 telah mengalami perubahan yang cukup
mendasar. Perubahan itu menyangkut kelembagaan negara, pemilihan umum,
pembatasan kekuasaan Presiden dan Wakil Presiden, memperkuat kedudukan DPR,
pemerintahan daerah, dan ketentuan yang terinci tentang hak-hak asasi manusia.
Setelah
perubahan UUD 1945, ada beberapa praktik ketatanegaraan yang melibatkan rakyat
secara langsung. Misalnya dalam hal pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, dan
pemilihan Kepala Daerah (Gubernur dan Bupati/Walikota). Hal-hal tersebut tentu
lebih mempertegas prinsip kedaulatan rakyat yang dianut negara kita.
Setelah
melalui serangkaian perubahan (amandemen), terdapat lembaga-lembaga negara baru
yang dibentuk dan juga terdapat lembaga negara yang dihapus, yaitu Dewan
Pertimbangan Agung (DPA). Lembaga-lembaga negara menurut UUD 1945 sesudah
amandemen adalah : UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sumber: Setjen MPR
a) Presiden
b) Majelis Permusyawaratan Rakyat
c) Dewan Perwakilan Rakyat
d) Dewan Perwakilan Daerah
e) Badan Pemeriksa Keuangan
f) Mahkamah Agung
g) Mahkamah Konstitusi
h) Komisi Yudisial
B. PENYIMPANGAN-PENYIMPANGAN
TERHADAP KONSTITUSI
Dalam
praktik ketatanegaraan kita sejak 1945 tidak jarang terjadi penyimpangan
terhadap konstitusi (UUD). Marilah kita bahas berbagai peyimpangan terhadap
konstitusi, yang kita fokuskan pada konstitusi yang kini berlaku, yakni UUD
1945.
1. Penyimpangan terhadap UUD 1945 masa awal
kemerdekaan, antara lain
Keluarnya
Maklumat Wakil Presiden Nomor X (baca: eks) tanggal 16 Oktober 1945 yang
mengubah fungsi KNIP dari pembantu menjadi badan yang diserahi kekuasaan
legislatif dan ikut serta menetapkan GBHN sebelum terbentuknya MPR, DPR, dan
DPA. Hal ini bertentangan dengan UUD 1945 pasal 4 aturan peralihan yang
berbunyi ”Sebelum MPR, DPR, dan DPA terbentuk, segala kekuasaan dilaksanakan oleh
Presiden dengan bantuan sebuah komite nasional”.
Keluarnya
Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945 yang merubah sistem pemerintahan
presidensial menjadi sistem pemerintahan parlementer. Hal ini bertentangan
dengan pasal 4 ayat (1) dan pasal 17 UUD 1945.
2. Penyimpangan terhadap UUD 1945 pada masa Orde Lama,
antara lain:
a. Presiden telah mengeluarkan
produk peraturan dalam bentuk Penetapan Presiden, yang hal itu tidak dikenal
dalam UUD 1945.
b. MPRS, dengan Ketetapan No.
I/MPRS/1960 telah menetapkan Pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1959 yang
berjudul Penemuan Kembali Revolusi Kita (Manifesto Politik Republik Indonesia)
sebagai GBHN yang bersifat tetap.
c. Pimpinan lembaga-lembaga negara
diberi kedudukan sebagai menteri-menteri negara, yang berarti menempatkannya
sejajar dengan pembantu Presiden.
d. Hak budget tidak berjalan, karena
setelah tahun 1960 pemerintah tidak mengajukan RUU APBN untuk mendapat
persetujuan DPR sebelum berlakunya tahun anggaran yang bersangkutan;
e. Pada tanggal 5 Maret 1960,
melalui Penetapan Presiden No.3 tahun 1960, Presiden membubarkan anggota DPR
hasil pemilihan umum 1955. Kemudian melalui Penetapan Presiden No.4 tahun 1960
tanggal 24 Juni 1960 dibentuklah DPR Gotong Royong (DPR-GR);
f. MPRS mengangkat Ir. Soekarno
sebagai Presiden seumur hidup melalui Ketetapan Nomor III/MPRS/1963.
3. Penyimpangan terhadap UUD 1945 pada masa Orde Baru
a. MPR berketetapan tidak
berkehendak dan tidak akan melakukan perubahanterhadap UUD 1945 serta akan
melaksanakannya secara murni dan konsekuen (Pasal 104 Ketetapan MPR No.
I/MPR/1983 tentang Tata Tertib MPR). Hal ini bertentangan dengan Pasal 3 UUD
1945 yang memberikankewenangan kepada MPR untuk menetapkan UUD dan GBHN, serta
Pasal 37 yang memberikan kewenangan kepada MPR untuk mengubah UUD 1945.
b. MPR mengeluarkan Ketetapan MPR
No. IV/MPR/1983 tentang Referendum yang mengatur tata cara perubahan UUD yang
tidak sesuai dengan pasal 37 UUD 1945
Setelah
perubahan UUD 1945 yang keempat (terakhir) berjalan kurang lebih 6 tahun,
pelaksanaan UUD 1945 belum banyak dipersoalkan. Lebih-lebih mengingat agenda
reformasi itu sendiri antara lain adalah perubahan (amandemen) UUD 1945. Namun
demikian, terdapat ketentuan UUD 1945 hasil perubahan (amandemen) yang belum
dapat dipenuhi oleh pemerintah, yaitu anggaran pendidikan dalam APBN yang belum
mencapai 20%. Hal itu ada yang menganggap bertentangan dengan Pasal 31ayat (4)
UUD 1945 yang menyatakan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari
anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
Penyimpangan-penyimpangan
terhadap UUD Tahun 1945 dapat disederhanakan dalam bagan di bawah ini.
Penyimpanganterhadap UUD Tahun 1945 Masa Setelah Perubahan Masa Orde Baru:
(1) Masa Orde Lama Masa awal Kemerdekaan dalam bentuk Penetapan
Presiden
(2) Pidato Presiden sebagai GBHN
(3) Pimpinan lembaga Negara sebagai menteri
(4) Hak budget tidak berjalan
(5) Pembubaran DPR oleh Presiden
(6) Pengangkatan Presiden Seumur Hidup
a) MPR tidak berkehendak merubah UUD
1945
b) Mengeluarkan Tap MPR tentang
referendum Anggaran pendidikan dalam APBN belum sesuai dengan Pasal 31 UUD 1945
c) KNIP diserahi kekuasaan
legislatif dan ikut menetapkan GBHN Menerapkan sistem parlementer
C. HASIL-HASIL PERUBAHAN UUD 1945
Perubahan
Undang-Undang Dasar atau sering pula digunakan istilah amandemen Undang-Undang
Dasar merupakan salah satu agenda reformasi. Perubahan itu dapat berupa
pencabutan, penambahan, dan perbaikan. Sebelum menguraikan hasil-hasil
perubahan UUD 1945, kalian akan diajak untuk memahami dasar pemikiran
perubahan, tujuan perubahan, dasar yuridis perubahan, dan beberapa kesepakatan
dasar dalam perubahan UUD 1945. Oleh karena itu, perhatikan uraian di bawah ini
dengan seksama.
Dasar
pemikiran yang melatarbelakangi dilakukannya perubahan UUD 1945 antara lain :
a) UUD 1945 memberikan kekuasaan
yang sangat besar pada Presiden yang meliputi kekuasaan eksekutif dan
legislatif, khususnya dalam membentuk undangundang.
b) UUD 1945 mengandung pasal-pasal
yang terlaluluwes (fleksibel) sehingga dapat menimbulkan lebih dari satu tafsir
(multitafsir).
c) Kedudukan penjelasan UUD 1945
sering kali diperlakukan dan mempunyai kekuatan hukum seperti pasal-pasal
(batang tubuh) UUD 1945.
Perubahan
UUD 1945 memiliki beberapa tujuan,antara lain :
a. Menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan Negara
dalam mencapai tujuan nasional dan memperkukuh Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
b.Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan
pelaksanaan kedaulatan rakyat serta memperluas partisipasi rakyat agar sesuai
dengan perkembangan paham demokrasi;
c. Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan
perlindungan HAM agar sesuai dengan perkembangan paham HAM dan peradaban umat
manusia yang merupakan syarat bagi suatu negara hukum yang tercantum dalam UUD
1945.
d.Menyempurnakan aturan dasar penyelenggaraan Negara
secara demokratis dan modern.
e. Melengkapi aturan dasar yang sangat penting dalam
penyelenggaraan ne-gara bagi eksistensi negara dan perjuangan negara mewujudkan
demokrasi, seperti pengaturan wilayah negara dan pemilihan umum;
f. Menyempurnakan aturan dasar mengenai kehidupan
berbangsa dan bernegara sesuai dengan perkembangan jaman dan kebutuhan bangsa
dan negara.
Dalam
melakukan perubahan terhadap UUD 1945, terdapat beberapa kesepakatan dasar yang
penting kalian pahami. Kesepakatan tersebut adalah :
1. Tidak
mengubah Pembukaan UUD 1945
2. Tetap
mempertahankan NKRI
3.
Mempertegas sistem pemerintahan presidensial
Penjelasan UUD 1945 yang memuat hal-hal normative akan
dimasukkan ke dalam pasal-pasal (batang tubuh).
Perubahan
terhadap UUD 1945 dilakukan secara bertahap karena mendahulukan pasal-pasal
yang disepakati oleh semua fraksi di MPR, kemudian dilanjutkan dengan perubahan
terhadap pasal-pasal yang lebih sulit memperoleh kesepakatan. Perubahan
terhadap UUD 1945 dilakukan sebanyak empat kali melalui mekanisme siding MPR
yaitu:
a.
Sidang Umum MPR 1999 tanggal 14-21 Oktober 1999
b. Sidang
Tahunan MPR 2000 tanggal 7-18 Agustus 2000
c. Sidang
Tahunan MPR 2001 tanggal 1-9 November 2001
d. Sidang
Tahunan MPR 2002 tanggal 1-11 Agustus 2002.
Perubahan
UUD Negara RI 1945 dimaksudkan untuk menyempurnakan UUD itu sendiri bukan untuk
mengganti. Secara umum hasil perubahan yang dilakukan secara bertahap MPR
adalah sebagai berikut:
Perubahan
pertama terhadap UUD 1945 ditetapkan pada tgl. 19 Oktober 1999 dapat dikatakan
sebagai tonggak sejarah yang berhasil mematahkan semangat yang cenderung
mensakralkan atau menjadikan UUD 1945 sebagai sesuatu yang suci yang tidak
boleh disentuh oleh ide perubahan. Perubahan Pertama terhadap UUD 1945 meliputi
9 pasal, 16 ayat, yaitu :
Pasal yang
Diubah Isi Perubahan
• 5 ayat
1
: Hak Presiden untuk mengajukan RUU kepada DPR
• Pasal
7
: Pembatasan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden
• Pasal 9
ayat 1 dan 2 : Sumpah Presiden dan Wakil Presiden
• Pasal 13
ayat 2 dan 3: Pengangkatan dan Penempatan Duta
• Pasal 14
ayat 1 :
Pemberian Grasi dan Rehabilitasi
• Pasal 14
ayat 2 :
Pemberian amnesty dan abolisi
• Pasal
15
: Pemberian gelar, tanda jasa dan kehormatan lain
• Pasal 17
ayat 2 dan 3: Pengangkatan Menteri
• Pasal 20
ayat 1 – 4 : DPR
• Pasal
21
: Hak DPR untuk mengajukan RUU
Perubahan kedua ditetapkan
pada tgl. 18 Agustus 2000, meliputi 27 pasal yang tersebar dalam 7 Bab, yaitu:
Bab yang
Diubah Isi Perubahan
• Bab
VI
: Pemerintahan Daerah
• Bab
VII
: Dewan Perwakilan Daerah
• Bab
IXA
: Wilayah Negara
• Bab
X
: Warga Negara dan Penduduk
• Bab
XA
: Hak Asasi Manusia
• Bab
XII
: Pertahanan dan Keamanan
• Bab XV
: Bendera, Bahasa, Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan
Perubahan
ketiga, ditetapkan pada tgl. 9 November 2001, meliputi 23 pasal yang tersebar 7
Bab, yaitu:
Bab yang
Diubah Isi Perubahan
• Bab
I
: Bentuk dan Kedaulatan
• Bab
II
: MPR
• Bab III :
Kekuasaan Pemerintahan Negara
• Bab
V
: Kementerian Negara
• Bab
VIIA : Pemilihan Umum
• Bab
VIIB : BPK
• Bab VIII
Perubahan
Keempat, ditetapkan 10 Agustus 2002, meliputi 19 pasal yang terdiri atas 31 butir
ketentuan serta
1. Butir
yang dihapuskan. Dalam naskah perubahan keempat ini ditetapkan bahwa:
a.UUD 1945 sebagaimana telah diubah
dengan perubahan pertama, kedua, ketiga, dan keempat adalah UUD 1945 yang
ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan kembali dengan Dekrit
Presiden 5 Juli 1959.
b. Perubahan tersebut diputuskan
dalam rapat Paripurna MPR RI ke-9 tanggal 18 Agustus 2000 Sidang Tahunan MPR RI
dan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. c.Bab IV tentang “Dewan Pertimbangan
Agung” dihapuskan dan pengubahan substansi pasal 16 serta penempatannya kedalam
Bab III tentang “Kekuasaan PemerintahanNegara